Review Dari Film Exhuma

review-dari-film-exhuma

Review Dari Film Exhuma. Exhuma (2024), disutradarai oleh Jang Jae-hyun, adalah film horor okultisme Korea Selatan yang berhasil mencuri perhatian penonton global dengan pendekatan uniknya. Menggabungkan elemen folklor, ritual syamanisme, dan sejarah kelam Korea, film ini menawarkan pengalaman yang lebih dari sekadar ketegangan supernatural. Dibintangi oleh aktor ternama seperti Choi Min-sik, Kim Go-eun, Yoo Hae-jin, dan Lee Do-hyun, Exhuma menyajikan cerita yang kaya akan simbolisme budaya dan lapisan naratif yang kompleks. Meski minim jumpscare, film ini berhasil menciptakan atmosfer mencekam yang melekat lama di benak penonton. Artikel ini akan mengulas kekuatan, kelemahan, dan daya tarik Exhuma sebagai salah satu karya horor modern yang patut diperhitungkan. togel

Sinematografi dan Atmosfer yang Memikat

Exhuma memanjakan mata dengan sinematografi yang luar biasa, karya Lee Mo-gae, yang mampu menangkap keindahan sekaligus kegelapan lanskap pedesaan Korea. Pemandangan pegunungan, hutan berkabut, dan makam tua digambarkan dengan pencahayaan yang memperkuat rasa takut dan misteri. Adegan ritual syamanisme, seperti tarian Hwa-rim dengan iringan tabuhan gendang, terasa begitu hidup dan sakral, berkat perpaduan visual dan desain suara yang apik. Atmosfer film ini dibangun dengan pendekatan slow-burn, mengandalkan ketegangan yang meningkat secara bertahap daripada kejutan instan, menjadikannya pengalaman yang intens tanpa perlu hantu yang muncul tiba-tiba.

Namun, bagi penonton yang tidak terbiasa dengan elemen budaya Korea, seperti syamanisme atau feng shui, beberapa adegan mungkin terasa sulit dipahami. Simbolisme yang kaya, seperti tato Tae-eul-bo-gyeong pada tubuh Bong-gil, mungkin memerlukan pengetahuan tambahan untuk dihargai sepenuhnya. Meski begitu, keindahan visual dan suasana yang dibangun tetap mampu menarik penonton ke dalam dunia cerita.

Narasi dan Karakter yang Berlayer

Cerita Exhuma berpusat pada duo syaman, Hwa-rim (Kim Go-eun) dan Bong-gil (Lee Do-hyun), yang dipekerjakan oleh keluarga kaya Korea-Amerika untuk menangani kutukan supernatural yang mengganggu bayi mereka. Bersama ahli feng shui Kim Sang-deok (Choi Min-sik) dan pengurus pemakaman Ko Young-geun (Yoo Hae-jin), mereka menelusuri sumber kutukan ke sebuah makam leluhur di dekat perbatasan Korea Utara. Penggalian makam ini membuka rahasia kelam yang terhubung dengan sejarah penjajahan Jepang di Korea, menambah dimensi historis yang mendalam.

Narasi film ini terbagi menjadi enam babak, masing-masing menghadirkan eskalasi horor yang berbeda. Paruh pertama berfokus pada misteri keluarga dan ritual syamanisme, sementara paruh kedua beralih ke horor makhluk yang lebih eksplisit. Performa para aktor, terutama Kim Go-eun sebagai syaman karismatik dan Choi Min-sik sebagai geomancer berpengalaman, memberikan bobot emosional pada cerita. Namun, beberapa karakter pendukung kurang mendapat pengembangan, dan klimaks di babak akhir terasa sedikit terburu-buru, seolah berusaha menjelaskan terlalu banyak dalam waktu singkat.

Kekuatan Musik dan Tema: Review Dari Film Exhuma

Skor musik Exhuma memperkuat suasana mencekam dengan irama tradisional Korea yang dipadukan dengan elemen modern. Suara gendang dan mantra dalam adegan ritual menciptakan ketegangan yang nyata, sementara efek suara seperti desiran angin atau langkah di hutan menambah rasa tidak nyaman. Tema film ini mengeksplorasi hubungan manusia dengan leluhur, trauma sejarah, dan dampak kolonialisme Jepang, memberikan lapisan intelektual yang jarang ditemukan dalam film horor. Pesan tentang menghormati leluhur dan konsekuensi mengganggu ketenangan mereka terasa universal, meski konteks sejarahnya sangat spesifik.

Kekuatan dan Kelemahan: Review Dari Film Exhuma

Kekuatan utama Exhuma adalah kemampuannya menyatukan horor dengan budaya dan sejarah Korea tanpa terasa dipaksakan. Akting yang kuat, khususnya dari Kim Go-eun dan Choi Min-sik, serta sinematografi yang memukau menjadikan film ini pengalaman yang imersif. Pendekatan slow-burn dan minimnya jumpscare membuatnya menonjol di antara film horor konvensional, mirip dengan The Wailing dalam hal atmosfer.

Namun, film ini tidak luput dari kekurangan. Durasi 134 menit terasa agak panjang, terutama di babak kelima dan keenam yang cenderung kehilangan momentum karena plot twist yang kompleks. Penonton yang tidak familiar dengan sejarah Korea-Jepang mungkin merasa kebingungan dengan beberapa simbolisme, seperti referensi ke “jenderal Jepang”. Selain itu, beberapa karakter pendukung tidak mendapat penutup yang memuaskan, membuat narasi terasa kurang rapi di akhir.

Penutup: Review Dari Film Exhuma

Exhuma adalah film horor okultisme yang cerdas dan berlapis, menggabungkan ketegangan supernatural dengan refleksi sejarah dan budaya Korea. Meski tidak sempurna, dengan pacing yang kadang melambat dan simbolisme yang mungkin sulit dipahami tanpa konteks budaya, film ini tetap menawarkan pengalaman yang memikat dan mencekam. Performa apik dari para aktor, sinematografi yang memukau, dan pendekatan naratif yang unik menjadikannya wajib tonton bagi penggemar horor yang mencari lebih dari sekadar ketakutan instan. Exhuma adalah bukti bahwa horor Korea terus mendorong batas-batas genre dengan cara yang inovatif dan bermakna. Skor: 8.5/10.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *