Review Film The Batman. The Batman, dirilis pada 2022 dan disutradarai oleh Matt Reeves, adalah reboot yang menghadirkan pandangan baru terhadap sang Ksatria Gelap. Dibintangi oleh Robert Pattinson sebagai Bruce Wayne/Batman, film ini mengambil pendekatan noir yang kelam, berfokus pada tahun kedua Batman sebagai vigilante di Gotham City. Dengan durasi hampir tiga jam, The Batman menawarkan cerita detektif yang intens, mengeksplorasi korupsi, trauma, dan keadilan melalui lensa psikologis. Didukung oleh visual yang memukau dan penampilan luar biasa, film ini berhasil menonjol di antara adaptasi Batman sebelumnya, meski tidak tanpa kekurangan. Artikel ini mengulas kekuatan, kelemahan, dan dampak The Batman dalam waralaba DC. BERITA LAINNYA
Kekuatan Cerita dan Atmosfer
The Batman menonjol dengan pendekatan detektif yang jarang dieksplorasi dalam film Batman sebelumnya. Matt Reeves mengambil inspirasi dari komik seperti Batman: Year One dan The Long Halloween, menempatkan Bruce Wayne sebagai detektif yang berusaha memecahkan teka-teki Riddler (Paul Dano). Alur cerita yang berfokus pada misteri pembunuhan elit Gotham memberikan kedalaman naratif, dengan setiap petunjuk mengungkap lapisan korupsi yang melibatkan polisi, politisi, dan bahkan keluarga Wayne. Sinematografi Greig Fraser, dengan palet warna kelam dan pencahayaan dramatis, menciptakan Gotham yang terasa hidup namun penuh keputusasaan, seperti kota yang tenggelam dalam kegelapan.
Penampilan aktor menjadi pilar kekuatan film ini. Robert Pattinson menghadirkan Batman yang rapuh dan obsesif, menangkap trauma Bruce Wayne dengan intensitas emosional yang jarang terlihat di iterasi sebelumnya. Zoë Kravitz sebagai Selina Kyle/Catwoman membawa chemistry yang kuat, dengan pesona dan kerentanan yang seimbang. Paul Dano sebagai Riddler mencuri perhatian dengan penampilan yang mengerikan namun cerdas, jauh dari karikatur penjahat tradisional. Skor musik Michael Giacchino, dengan tema Batman yang haunting dan melankolis, memperkuat suasana noir, sementara adegan aksi seperti pengejaran Batmobile melawan Penguin (Colin Farrell) menghadirkan ketegangan yang memukau.
Kelemahan Durasi dan Ritme
Meski ambisius, The Batman memiliki kelemahan dalam durasi dan ritme. Dengan durasi 176 menit, film ini terasa terlalu panjang, terutama di babak kedua di mana beberapa subplot, seperti keterlibatan mafia Carmine Falcone, terasa berlarut-larut. Meski alur detektifnya menarik, beberapa petunjuk Riddler terasa berulang, mengurangi momentum naratif. Penonton yang mengharapkan aksi tanpa henti mungkin merasa kecewa dengan fokus pada dialog dan investigasi, yang kadang terasa lambat.
Karakter pendukung, meski kuat, tidak semuanya mendapat pengembangan memadai. Alfred Pennyworth (Andy Serkis) memiliki waktu layar terbatas, membuat hubungannya dengan Bruce kurang mendalam dibandingkan komik atau adaptasi lain. Selain itu, meski tema korupsi dan trauma dieksplorasi dengan baik, pesan tentang keadilan dan pembalasan terasa kurang tajam di akhir film, dengan resolusi banjir Gotham yang agak klise. Meski begitu, kelemahan ini tidak terlalu mengurangi daya tarik keseluruhan film.
Dampak dalam Waralaba Batman: Review Film The Batman
The Batman berhasil membedakan dirinya dari film Batman sebelumnya, seperti trilogi The Dark Knight karya Christopher Nolan, dengan pendekatan yang lebih psikologis dan grounded. Film ini menetapkan nada baru untuk waralaba DC, berfokus pada realisme gelap tanpa terhubung langsung dengan DC Extended Universe. Kesuksesannya, dengan pendapatan global lebih dari $770 juta, membuka jalan untuk sekuel dan spin-off, termasuk serial The Penguin yang memperluas dunia Gotham. Di Indonesia, film ini mendapat sambutan antusias dari penggemar komik dan penonton kasual, terutama karena visualnya yang memukau dan interpretasi Pattinson yang segar.
Namun, The Batman juga memicu diskusi tentang arah waralaba. Pendekatan noir yang berat mungkin tidak menarik semua penonton, terutama mereka yang lebih menyukai aksi superhero tradisional. Meski begitu, film ini berhasil membuktikan bahwa Batman tetap relevan sebagai simbol kompleks yang mewakili trauma, keadilan, dan ketahanan, menjadikannya salah satu adaptasi terbaik dari karakter ikonik ini.
Kesimpulan: Review Film The Batman
The Batman karya Matt Reeves adalah reboot yang berani dan memukau, menghadirkan Gotham yang kelam dan Batman yang rapuh melalui lensa detektif noir. Penampilan Robert Pattinson, Zoë Kravitz, dan Paul Dano, dipadukan dengan sinematografi luar biasa dan skor musik yang haunting, menjadikan film ini pengalaman sinematik yang mendalam. Meski terhambat oleh durasi panjang dan ritme yang kadang lambat, The Batman berhasil menangkap esensi Ksatria Gelap sebagai detektif yang digerakkan oleh trauma dan keadilan. Bagi penggemar di Indonesia dan dunia, film ini menawarkan pandangan baru yang segar sekaligus setia pada akar komiknya. The Batman bukan hanya film superhero, tetapi juga cerita tentang kemanusiaan dan perjuangan melawan kegelapan, baik di dalam diri maupun di dunia luar.