Review Film: Maybe We Broke Up (2023)

Review Film: Maybe We Broke Up (2023)

Review Film: Maybe We Broke Up Dalam spektrum sinema romantis, ada dua kutub ekstrem: kisah cinta yang baru mekar dengan segala debarannya, dan kisah perpisahan yang penuh air mata dan dramatis. Namun, Maybe We Broke Up (judul asli: Eojjeomyeon Ulin Heeojyeossneunji Moreul), yang dirilis pada tahun 2023, memilih untuk duduk di tengah-tengah area abu-abu yang jarang dijamah: fase di mana cinta tidak meledak, melainkan perlahan membusuk dan mati karena kebosanan. Disutradarai oleh Hyung Seul-woo, film independen ini adalah potret hiper-realistis tentang akhir dari sebuah hubungan jangka panjang yang sudah kehilangan nyawanya.

Dibintangi oleh Lee Dong-hwi (Reply 1988, Extreme Job) dan Jung Eun-chae (The King: Eternal Monarch, Anna), film ini menceritakan pasangan Jun-ho dan Ah-young yang telah tinggal bersama selama bertahun-tahun. Hubungan mereka yang dulunya penuh gairah kini telah berubah menjadi rutinitas yang menyesakkan. Tidak ada orang ketiga, tidak ada penyakit mematikan, dan tidak ada tentangan orang tua. Yang ada hanyalah realitas pahit dari dua orang yang menyadari bahwa mereka tidak lagi saling membahagiakan, namun terlalu terbiasa untuk berpisah.

Dinamika “Parasit” dan Kelelahan Emosional

Film ini secara tajam memotret dinamika hubungan yang tidak seimbang, sebuah fenomena yang cukup umum dalam masyarakat modern Korea. Jun-ho (Lee Dong-hwi) digambarkan sebagai pria yang sedang mempersiapkan ujian pegawai negeri (Goshi) selama bertahun-tahun namun terus gagal. Ia hidup menumpang di rumah Ah-young, makan dari uang Ah-young, dan menghabiskan hari-harinya dengan belajar setengah hati sambil bermain game. (casino)

Di sisi lain, Ah-young (Jung Eun-chae) adalah agen real estat yang bekerja keras menghidupi mereka berdua. Awalnya, dukungannya didasari oleh cinta dan kepercayaan akan potensi Jun-ho. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa cinta itu tergerus menjadi rasa kasihan, dan akhirnya bermetamorfosis menjadi kejengkelan dan penghinaan. Film ini tidak segan menunjukkan momen-momen kecil yang menyakitkan: tatapan dingin Ah-young saat melihat Jun-ho makan ramen, atau cara Jun-ho merasa kecil dan defensif setiap kali masalah uang diungkit. Ini adalah gambaran brutal tentang bagaimana masalah finansial dan stagnasi karier bisa membunuh romansa secara perlahan.

Proses Perpisahan yang Berantakan dan Manusiawi

Berbeda dengan film yang sering menggambarkan putus cinta sebagai satu momen final, Maybe We Broke Up menunjukkan bahwa perpisahan adalah sebuah proses panjang yang melelahkan dan sering kali memalukan. Judul film ini sendiri mengisyaratkan keraguan dan penyangkalan yang sering terjadi di fase akhir hubungan. Ketika mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah, film ini menyoroti detail logistik yang sering diabaikan film lain: pembagian barang-barang, pengembalian tablet PC, dan pertemuan-pertemuan canggung pasca-putus untuk menyelesaikan urusan yang belum tuntas.

Realisme film ini terasa saat Jun-ho dan Ah-young mencoba menavigasi kehidupan sebagai “mantan”. Ada upaya untuk terlihat baik-baik saja, ada kecemburuan yang tidak rasional saat melihat mantan dengan orang baru, dan ada momen-momen petty (picik) di mana mereka saling menyalahkan atas waktu yang terbuang sia-sia. Dialog-dialognya terasa sangat natural, seperti menguping pertengkaran tetangga sebelah rumah. Tidak ada monolog puitis; yang ada hanyalah kalimat-kalimat tajam yang dilontarkan untuk menyakiti ego satu sama lain.

Penampilan Aktor yang Natural dan Nuansa Indie Review Film: Maybe We Broke Up

Kekuatan utama film ini terletak pada penampilan kedua pemeran utamanya. Lee Dong-hwi adalah pilihan sempurna untuk memerankan Jun-ho. Ia memiliki kemampuan unik untuk membuat karakter yang menyedihkan, sedikit tidak tahu malu, namun tetap manusiawi dan tidak sepenuhnya bisa dibenci. Penonton bisa merasakan frustrasi Jun-ho yang terjebak dalam kegagalannya sendiri, namun juga ingin memarahinya karena kurangnya usaha.

Sementara itu, Jung Eun-chae memberikan penampilan yang tenang namun kuat sebagai wanita yang telah mencapai batas kesabarannya. Wajah lelahnya berbicara lebih banyak daripada dialognya. Transformasinya setelah putus—menjadi lebih cerah dan hidup—adalah visualisasi subtil bahwa terkadang, perpisahan adalah bentuk pembebasan. Sinematografi film ini yang sederhana, dengan penggunaan pencahayaan natural dan shot-shot statis di dalam apartemen sempit, semakin memperkuat nuansa klaustrofobia dari hubungan yang sudah kadaluwarsa.

Kesimpulan Review Film: Maybe We Broke Up

Secara keseluruhan, Maybe We Broke Up bukanlah film untuk mereka yang mencari fantasi romantis yang manis. Ini adalah “anti-romance” yang jujur dan terkadang menyakitkan untuk ditonton. Film ini berfungsi sebagai cermin bagi banyak pasangan yang bertahan dalam hubungan hanya karena “sudah terlanjur lama” atau takut memulai kembali dari nol.

Film ini mengajarkan bahwa cinta saja tidak cukup. Rasa hormat, kesetaraan, dan pertumbuhan bersama adalah elemen vital yang jika hilang, akan membuat rumah yang dibangun bersama runtuh perlahan. Bagi Anda yang menyukai film drama percakapan (conversational drama) yang mengutamakan realisme emosional seperti Marriage Story atau film-film Hong Sang-soo (namun dengan narasi yang lebih terstruktur), Maybe We Broke Up adalah tontonan yang kontemplatif dan solid. Sebuah pengingat bahwa terkadang, akhir yang bahagia adalah berani melepaskan satu sama lain.

review film lainnya …..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *