Review Film Until Dawn. Film Until Dawn, dirilis pada 25 April 2025 oleh Sony Pictures Releasing, adalah adaptasi longgar dari video game horor interaktif berjudul sama yang dikembangkan Supermassive Games pada 2015. Disutradarai oleh David F. Sandberg (Lights Out, Annabelle: Creation), film ini mengusung konsep time-loop horor yang menarik, di mana sekelompok remaja terjebak dalam malam maut yang berulang dengan ancaman berbeda setiap kali. Dibintangi oleh Ella Rubin, Michael Cimino, Odessa A’zion, Ji-young Yoo, dan Belmont Cameli, film ini menawarkan gore, jump scares, dan elemen klasik horor. Namun, apakah Until Dawn berhasil memenuhi ekspektasi penggemar game dan penonton umum? Artikel ini mengulas kekuatan, kelemahan, dan pengalaman menonton film ini hingga 7 Juni 2025. BERITA BOLA
Premis dan Sinopsis: Review Film Until Dawn
Until Dawn mengikuti Clover (Ella Rubin) dan empat temannya—Max, Nina, Megan, dan Abe—yang menjelajahi Glore Valley untuk mencari tahu nasib Melanie, kakak Clover yang hilang setahun lalu. Setelah berhenti di pompa bensin yang dijalankan oleh Hill (Peter Stormare), mereka terpaksa berlindung di pusat pengunjung akibat hujan deras. Malam itu, mereka diburu pembunuh bertopeng dan mati secara brutal, hanya untuk terbangun di awal malam yang sama. Terjebak dalam time-loop, mereka harus bertahan hingga fajar untuk keluar, menghadapi ancaman baru seperti wendigo, penyihir, dan monster lain setiap malam. Premis ini, menurut ScreenRant, menawarkan pendekatan segar pada trope time-loop ala Groundhog Day, meski tidak sepenuhnya memanfaatkan potensinya.
Kekuatan Film: Visual dan Efek Praktis
Salah satu aspek terkuat Until Dawn adalah produksi visualnya. Desain produksi oleh Jennifer Spence, terutama tambang dan pusat pengunjung yang menyeramkan, menciptakan atmosfer horor yang kuat, seperti dipuji Bloody Disgusting. Efek praktis, termasuk pembunuhan berdarah dan desain makhluk seperti wendigo, memberikan kepuasan bagi penggemar gore. Sandberg, dengan pengalaman di horor studio, menghadirkan jump scares yang efektif, terutama pada adegan monster yang berburu via suara, menghormati mekanisme game. Ji-young Yoo sebagai Megan, karakter dengan kemampuan psikis, mencuri perhatian dengan akting yang penuh energi, seperti diakui Vulture dan Empire. Adegan seperti kematian akibat air yang meledakkan tubuh menambah variasi kreatif, meski singkat.
Kelemahan: Narasi dan Karakter
Sayangnya, Until Dawn tersandung pada narasi dan pengembangan karakter. Tidak seperti game yang ditulis oleh Larry Fessenden dengan cerita bercabang dan karakter mendalam, film ini menghadirkan plot yang dangkal dan karakter satu dimensi. Clover dan teman-temannya kurang memiliki chemistry atau latar belakang yang membuat penonton peduli, seperti dikritik IGN dan Roger Ebert. Dialog kaku, seperti “We’re dealing with some really fucked-up shit here,” terasa klise, menurut Variety. Time-loop yang seharusnya menawarkan variasi horor—slasher, monster, psikologis—malah terasa repetitif karena kurangnya penjelasan logis, seperti yang disoroti The New York Times. Montase found-footage untuk mempercepat cerita juga memutus ritme, menurut Empire. Penggemar game kecewa dengan minimnya koneksi ke cerita asli, kecuali beberapa Easter egg dan cameo Peter Stormare sebagai Dr. Hill, yang justru terasa dipaksakan.
Resepsi dan Perbandingan dengan Game: Review Film Until Dawn
Until Dawn menerima ulasan campur aduk, dengan skor 53% di Rotten Tomatoes (101 ulasan, rata-rata 5.5/10) dan 47/100 di Metacritic (23 kritikus). Penonton memberikan nilai C+ di CinemaScore, menunjukkan respons sedang. Penggemar game, seperti diungkap di X (@HabisNontonFilm), memuji ketegangan dan efek visual, tetapi banyak yang kecewa karena film ini lebih sebagai homage daripada adaptasi setia. Penonton umum yang tidak kenal game, menurut IMDb, menikmati film ini sebagai hiburan horor ringan, meski tidak memorable. Berbeda dengan game yang menawarkan pilihan pemain dan misteri mendalam, film ini kehilangan humor cerdas dan narasi interaktif, seperti yang disayangkan The Beta Network.
Dampak dan Potensi Sekuel
Secara komersial, Until Dawn meraup $51,5 juta di seluruh dunia dengan bujet yang relatif rendah, menunjukkan keberhasilan finansial meski tidak luar biasa. Adegan penutup yang mengisyaratkan sekuel, dengan kabin bersalju dan mobil yang mendekat, membuka peluang untuk cerita yang lebih dekat ke game, menurut ScreenRant. Namun, untuk sukses, sekuel harus memperbaiki narasi dan karakter agar lebih menarik. Film ini juga memperkuat tren adaptasi video game, menyusul kesuksesan The Last of Us, meski tidak setara kualitasnya, seperti dianalisis Little White Lies.
Kesimpulan: Review Film Until Dawn
Until Dawn (2025) adalah film horor yang menghibur dengan premis time-loop inovatif, efek praktis memukau, dan akting menonjol dari Ji-young Yoo. Namun, narasi yang lemah, karakter dangkal, dan penyimpangan dari game aslinya melemahkan potensinya. Bagi penggemar horor kasual, film ini menawarkan jump scares dan gore yang cukup memuaskan, tetapi penggemar game mungkin merasa kecewa dengan kurangnya kedalaman dan koneksi ke sumber aslinya. Hingga 7 Juni 2025, Until Dawn tetap menjadi tontonan seru namun tidak memorable, dengan harapan sekuel dapat memperbaiki kekurangannya. Untuk pengalaman terbaik, tonton bersama teman untuk berteriak bersama, seperti disarankan pengguna X (@paradigmafilm).